@new
Metro hotel
12.00
p.m - 10.00 p.m
RINGKASAN
Oleh: Rofiqotul Khasanah
1.
Pengantar
penyampaian UU no.6 mengenai Desa oleh Gubernur Jateng, Bapak Ganjar Pranowo.
- Memberdayakan dan mengkulturkan kembali budaya masyarakat desa yaitu gotong royong. Beliau menekankan jangan sampai terjadi kotaisasi desa
- Pemerintah menganggarkan dana untuk pembangunan, baik berupa sarana, infrastruktur maupun lainya. Dijalankanya Program one village one plan (OVOP): satu desa satu perencanaan, yang intinya warga melakukan rembug desa/musyawarah mengenai kekurangan dan potensi apa yang bisa dikembangkan dari desa, kemudian pelaksanaaan/realisasinya, controlling, dan pertanggungjawaban.
- Peluncuran website milik PWNU Jateng yang beralamat di “www.nujateng.com
- Launcing batik NU yang digawangi oleh Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama Jawa Tengah.
3 Peran NU dalam implementasi masyarakat
desa oleh Ketua ISNU jateng, Bapak K.H Kholiq Arif (Bupati Wonosobo)
- Jangan
sampai terjadi perdagangan politik
- Sebagai
warga NU kita harus terus melayani masyarakat
4 Sosialisasi MUNAS dan KONBES
Hasil
keputusan Bahtsul Masail Al-diniyah MUNAS Alim ulama NU 2014
a.
Khilafah
dalam pandangan NU
1. Islam
sebagai agama yang komprehensif (din
syamil kamil) tidak mungkin melewatkan masalah Negara dan pemerintahan dari
agenda pembahasannya. Kendati tidak dalam konsep utuh, namun dalam bentuk
nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar (mabadi’
asasiyyah). Islam telah memberikan panduan yang cukup bagi umatnya.
2. Mengangkat
pemimpin (nashb al-imam) wajib
hukumnya, karena kehidupan mabusia akan kacau (fawdla/chaos) tanpa adanya pemimpin.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan para
ulama terkemuka, antara lain:
a) Hujjat
al-islam Abu hamid al-ghazali dalam ihya’
‘ulum al-din
“Agama
dan kekuasaaan Negara adalah dua saudara kembar. Agama merupakan fondasi,
sedangkan kekuasaan Negara adalah pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki
fondasi, akan runtuh, sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal akan
tersia-siakan”
b)
Syaikh al-islam Taqi al-din ibn
taimiyyah dalam as-siyasah al-syar’iyyah
fi ishlah al-ra’I wa al-ra’iyyah
“Sesungguhnya
tugas mengatur dan mengelola urusan orang banyak (dalam sebuah pemerintahan dan
negara) adalah termasuk kewajiban agama yang paling agung. Hal itu disebabkan
oleh tidak mungkinnya agama dapat tegak dengan kokoh tanpaadanya dukungan
negara”.
3. Islam
tidak menentukan apalagi mewajibkan suatu bentuk Negara dan system pemerintahan
tertentu bagi para pemeluknya. Umat diberi kewenangan sendiri untuk mengatur dan
merancang system pemerintahan sesuai dengan tuntutan perkembangan kemajuan
zaman dan tempat. Namun yang terpenting suatu pemerintahan harus bisa
melindungi dan menjamin warganya untuk mengamalkan dan menerapkan ajaran
agamanya dan menjadi tempat yang kondusif bagi kemakmuran, kesejahteraaan dan
keadilan.
4. Khilafah
sebagai salah satu system pemerintahan adalah fakta sejarah yang pernah
dipraktekkan oleh al-khulafa’ al-rasyidah
adala model yang sangat sesuai dengan eranya; yakni ketika kehidupan manusia belum
berada dibawah naungan Negara-negara bangsa (nation states). Masa itu Islam sangat dimungkinkan untuk hidup dala
satu system khilafah.
Pada saat umat manusia bernaung dibawah
Negara-negara bangsa, maka system khilafah
bagi umat islam sedunia kehilangan relevansinya. Bahkan membangkitkan kembali
ide khilafah pada masa kita sekarang ini adalah sebuah utopia.
5. Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah hasil perjanjian luhur kebangsaan di
antara anak bangsa pendiri Negara ini. NKRI dibentuk guna mewadahi segenap
elemen bangsa yang sangat majemuk dalam hal suku, bahasa budaya, dan agama.
Sudah menjadi kewajiban semua elemen bangsa untuk mempertahankan dan memperkuat
keutuhan NKRI. Oleh karena itu, setiap jalan dan upaya munculnya gerakan-gerakan
yang mengancam keutuhan NKRI wajib ditangkal. Sebab akan menimbulkan mafsadah yang besar dan perpecahan umat.
6. Umat
islam tidak boleh terjebak dalam simbil-simbol dan formalitas nama yang
tampaknya islami, tetapi wajib berkomitmen pada substansi segala sesuatu. Dalam
adagium yang popular di kalangan para ulama dikatakan
“yang
menjadi pegangan pokok adalah substansi, bukan symbol atau penampakan lahiriah”
“yang
menjadi pegangan pokok adalah sesuatu yang diberi nama, bukan nama itu sendiri”
Dengan demikian, memperjuangkan tegaknya
nilai-nilai substantive ajaran Islam dalam sebuah Negara apapun nama Negara
itu, Islam atau bukan jauh lebih penting daripada memperjuangkan tegaknya
symbol-simbol Negara Islam.
b.
Tentang
hukum aborsi
Pertanyaan
1. Apakah
hokum melakukan aborsi dengan alas an kedaruratan medis dan aborsi kehamilan
akibat perkosaan?
2. Berapa
batas waktu dibolehkan melakukan aborsi dan dari mana awal perhitungannya?
3. Benarkah
dokter yang melakukan aborsi telah melanggar sumpah jabatan dan/atau melanggar
kode etik?
Usulan
jawaban
1. Pada
dasarnya hokum melakukan aborsi adalah haram. Namun dalam keadaan darurat yang
dapat mengancam ibu dan/atau janin, aborsi diperbolehkan berdasarkan
pertimbanagan medis dari tim dokter ahli
2. Hukum
aborsi akibat perkosaan adalah haram. Namun sebagian ulama memperbolehkan
aborsi sebelum usia janin berumur 40 hari terhitung sejak pembuahan. Menurut
ilmu kedokteran hal itu dapat diketahui dari hari pertama haid terakhir.
3. Semua
dokter harus mentaati sumpah jabatan dank ode etikprofesi. Melakukan aborsi
tidak diperbolehkan kecuali terhadap aborsi yang sudah memenuhi syarat
kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan berdasarkan ketentuan-
ketentuan.
Dalil:
Al fiqhul islami wa adillatuhu, 4/196-198
Ihya’
1/402
Tuhfatul
muhtaj, 29/169 dan 38/12
Nihayatul
muhtaj, 20/43
Bughyatul
mustarsyidin, halaman 522
Hasyiyah
raddul muhtar 6/384
Al-mausu’ah
al-fiqhiyyah al-quwaitiyyah, 2/57-59
5 Penyampaian arahan oleh ketua Gus Mus
- Menyatukan
kembali barisan para kyai. Seorang kyai adalah dia yang memandang umatnya
dengan penuh kasih sayang (alladziina yandhuruunal ummah bi ‘aynir rohmah).
- Semuanya
harus mempunyai visi yang sama dalam satu barisan, sehingga kepentingan kita
perlu disatukan.
Semarang, 16 November
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar